Sumatera di Ambang Bancana: Hujan Hanya Pemicu, Kerentanan Ekologis adalah Penyakitnya

Adsense

Peunawa

Iklan Berjalan

Iklan Slide

Sumatera di Ambang Bancana: Hujan Hanya Pemicu, Kerentanan Ekologis adalah Penyakitnya

Aduen Alja
12/20/2025



Peunawa.com |Dalam perspektif ekologi, hubungan manusia dan alam adalah proses pertukaran atau metabolisme yang berkelanjutan. Manusia bukan entitas di luar alam, melainkan bagian darinya yang mengatur hubungan tersebut melalui kerja, seperti mengelola hutan dan aliran air. Namun, banjir bandang yang menerjang Sumatera menunjukkan bahwa metabolisme ini sedang mengalami kerusakan parah.

Setiap kali bencana terjadi, curah hujan ekstrem selalu dituding sebagai penyebab utama. Padahal, analisis mendalam menunjukkan bahwa hujan hanyalah pemicu sementara. 

Skala kerusakan yang masif lebih ditentukan oleh kerentanan ekologis dan kelemahan tata ruang yang telah menumpuk bertahun-tahun. Kita seringkali terjebak menganggap bencana sebagai takdir, padahal ini adalah konsekuensi dari perusakan lanskap dan tata kelola pembangunan yang tidak berkelanjutan. 

Lanskap ekologis di Sumatera telah kehilangan fungsi penyangganya di hulu, sementara Daerah Aliran Sungai (DAS) semakin melemah. Aktivitas manusia seperti pembukaan lahan skala besar dan sedimentasi sungai menciptakan kondisi "siap runtuh" yang hanya menunggu pemicu untuk menjadi bencana.

Fenomena ini mengungkap sisi gelap politik, kita dapat melihat ketimpangan ekologis. Terdapat ketidakadilan di mana segelintir pihak mengambil keuntungan ekonomi dari eksploitasi lahan, perkebunan, dan pertambangan, namun tidak pernah merasakan risiko langsung dari kerusakan tersebut. Sebaliknya, warga di daerah rawan harus menanggung kerugian harta hingga nyawa akibat kebijakan pembangunan yang menempatkan ekonomi di atas keselamatan publik.

Tanpa perubahan pola pembangunan dan penegakan regulasi yang ketat, Sumatera akan terjebak dalam siklus bencana tahunan. Selama ini, pendekatan kita terlalu fokus pada respons darurat seperti evakuasi dan itu, hanya bersifat temporer dan tidak menyentuh akar masalah.

Sebagai solusi, kita membutuhkan kesiapsiagaan ekologis yang melampaui sekadar bantuan logistik. Ini mencakup audit menyeluruh terhadap DAS, pemetaan ulang zona merah, serta keberanian politik untuk meninjau kembali izin industri di wilayah hulu kritis.

Banjir ini adalah peringatan keras bahwa ketimpangan ekologis harus segera diperbaiki. Pembangunan harus menyeimbangkan kepentingan ekonomi dengan keberlanjutan lingkungan. Tanpa keberanian politik untuk memperbaiki hubungan manusia dengan alam, kita hanya akan terus terperangkap dalam siklus kehancuran yang dapat diprediksi.(*)

Artikel ini Ditulis Oleh : Nawal Azka