Peunawa.com | Bireuen - Kepala Kejaksaan Negeri Bireuen Munawal Hadi,SH.,MH telah menetapkan 2 (dua) orang tersangka dalam kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi Penyelewengan Dana Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan Tahun 2019 - 2023, Selasa (24/10/2023) di kantor Kejari setempat.
Berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Bireuen Nomor : Print-02/L.1.21/Fd.1/06/2023 tanggal 26 Juni 2023, Tim Penyidik Kejari Bireuen telah berhasil mengumpulkan alat bukti dan barang bukti terkait perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dimaksud.
Dalam keterangan tertulisnya, disebutkan bahwa penerimaan dana Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) PNPM Mandiri Perdesaan Kecamatan Gandapura sejak kegiatan tersebut bergulir pada tahun 2009 - 2014 adalah dengan total nilai sebesar Rp 2.601.000.000,- (Dua miliar enam ratus satu juta rupiah) yang bersumber dari dana APBN dan APBK Kabupaten Bireuen.
"Namun sejak Tahun 2015 - 2023 dana Kegiatan SPP tersebut tidak lagi dikucurkan karena program PNPM Mandiri Perdesaan dimaksud telah berakhir, sehingga dana yang dikelola dalam kegiatan SPP Kecamatan Gandapura sejak Tahun 2015 - 2023 adalah dana yang telah ada dan sedang bergulir",jelasnya Munawal Hadi.
Berdasarkan alat bukti dan barang bukti permulaan yang cukup, Tim Penyidik menetapkan 2 (dua) orang tersangka yaitu :
1. SM (39) selaku Ketua UPK PNPM Mandiri Perdesaan Kecamatan Gandapura Kabupaten Bireuen Tahun 2019 - 2022, ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor PRINT- 1751/L.1.21/Fd.1/10/2023 tanggal 24 Oktober 2023;
2. F (41) selaku Ketua Kelompok Udep Sare (Desa Lapang Barat), ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor PRINT- 1753/L.1.21/Fd.1/10/2023 tanggal 24 Oktober 2023.
Bahwa Tersangka (SM) selaku Ketua UPK dan saksi (YA) selaku Ketua BKAD bersama-sama telah menyetujui, mengalokasikan dan mencairkan dana SPP kepada Kelompok Perempuan yang pada pelaksanaannya dilakukan tidak sesuai dengan aturan dan ketentuan yang tercantum pada Petunjuk Teknis Operasional (PTO) PNPM Mandiri Perdesaan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Dalam Negeri, antara lain :
1. Dana Simpan Pinjam Perempuan (SPP) diberikan kepada Kelompok Perempuan kategori Rumah Tangga Miskin (RTM);
2. Tidak diperbolehkan diberikan pinjaman kepada individu;
3. Verifikasi usulan SPP dilakukan harus sesuai fakta peminjam di lapangan.
"Pada kenyataannya dana SPP tersebut ada yang diberikan kepada peminjam berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan juga diberikan kepada peminjam individu, serta sebagian besar usulan SPP kelompok dan individu tidak diverifikasi sesuai fakta dilapangan oleh Tim Verifikasi. Penggunaan dana SPP tidak sesuai dengan tujuan peminjaman dana melainkan digunakan oleh pihak lain seperti Saudara/Anak/Tetangga/Suami yang memiliki jabatan sebagai Perangkat Desa",ungkap Munawal Hadi.
Tersangka (SM) selaku Ketua UPK dan saksi (YA) selaku Ketua BKAD mencairkan dana SPP PNPM Mandiri Perdesaan berdasarkan Surat Penetapan Camat (SPC) Gandapura Perguliran Dana SPP PNPM yang disahkan oleh Camat Gandapura. Pada tahun 2020 s.d 2021 tersangka (SM) dan Saksi (YA) memberikan dana SPP PNPM Mandiri Perdesaan kepada Peminjam kategori individu berdasarkan Surat Penetapan Camat (SPC) yang ditetapkan dan disahkan oleh Camat Gandapura Tahun 2020 s.d Tahun 2021yaitu saksi (MF), hal ini bertentangan dengan Petunjuk Teknis Operasional (PTO) PNPM Mandiri Perdesaan yang ditetapkan Kementerian Dalam Negeri.
"Tim Penyidik menemukan bahwa Tersangka (F) selaku Tim Verifikasi sekaligus Ketua Kelompok Perempuan Udep Sare menggunakan dana angsuran pinjaman SPP dari anggota di 4 (empat) kelompok perempuan dan tidak disetorkan kepada pihak UPK melainkan digunakan untuk kepentingan pribadi sehingga terjadi tunggakan pada 4 (empat) kelompok perempuan tersebut dan menjadi kerugian keuangan negara",sebutnya.
Akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tersangka (SM) dan tersangka (F) telah menimbulkan tunggakan pinjaman dana SPP PNPM di Kecamatan Gandapura yang mengakibatkan Kerugian Keuangan Negara sebesar Rp 1.165.157.000,- (Satu miliar seratus enam puluh lima juta seratus lima puluh tujuh ribu rupiah) sebagaimana Hasil Perhitungan Kerugian Keuangan Negara dari Tim Auditor Inspektorat Aceh.
Perbuatan tersangka (SM) dan tersangka (F) telah melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 3 jo. Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Terhadap tersangka (SM) dilakukan penahanan di Rutan Klas II Bireuen selama 20 (Dua puluh) hari kedepan, adapun alasan dilakukan penahanan terhadap para tersangka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Ayat (1) dan Ayat (4) huruf a KUHAP bahwa dikhawatirkan para tersangka melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana. serta tindak pidana yang dilakukan para tersangka diancam dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun atau lebih.
Sedangkan terhadap tersangka (F) dilakukan penahanan Kota selama 20 (Dua puluh) hari kedepan, mengingat tersangka (F) memiliki anak yang masih menyusui.
"Dalam perkembangan penanganan perkara, tidak menutup kemungkinan Tim Penyidik Kejari Bireuen akan menetapkan tersangka lainnya berdasarkan alat bukti baru",tuturnya. (*)