Lhokseumawe- Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip) Kota Lhokseumawe selenggarakan acara bedah buku bertema kearifan lokal Aceh pada Selasa (24/10/2023), yang diikuti oleh siswa dari berbagai SMA/MA di Kota Lhokseumawe.
Acara bedah buku tersebut dibuka oleh Kepala Dispusip Dr. H. Misran Fuadi, S.Ag., MAP di aula dinas setempat. Kepala Dispusip dalam sambutannya menyampaikan bahwa acara bedah buku diselenggarakan bertujuan dalam rangka peningkatan pelayanan perpustakaan pada program perpustakaan berbasis inklusi sosial.
"Acara bedah buku tahun ini kita mengusung tema membudayakan literasi dengan menulis. Untuk meningkatkan minat menulis dan membaca bagi para siswa di Kota Lhokseumawe," ungkap Misran Fuadi dalam sambutannya.
Acara bedah buku tersebut menghadirkan dua narasumber dari kalangan guru pegiat literasi dan penulis buku. Pada sesi pertama materi disampaikan oleh Hamdani Mulya penulis buku Bahasa Indatu Nenek Moyang Ureueng Aceh. Pada kesempatan itu Hamdani berbagi ilmu kepada peserta tentang proses kreativitas menulis buku Bahasa dan Sastra Aceh sebagai salah satu materi ajar Kurikulum Merdeka di sekolah.
"Bahasa dan Sastra Aceh harus dipahami oleh para siswa. Agar generasi muda tidak kehilangan identitas dan tidak hilangnya jati diri sebagai orang Aceh," ungkap Hamdani Mulya.
Hamdani memberikan semangat dan motivasi kepada para pelajar supaya mau melestarikan Bahasa dan Sastra Aceh seperti hikayat, panton seumapa, dan peu ayon aneuk. Karya sastra Aceh tersebut merupakan warisan Indatu (leluhur) berupa kearifan lokal yang mengandung pesan moral dan kebijaksanaan yang sepatutnya harus dilestarikan.
"Sangat disayang jika hari ini ada anak-anak Aceh yang tidak lagi mengenal bahasa dan sastra Aceh sehingga generasi muda akan kehilangan identitas sebagai orang Aceh," sambung Hamdani dalam materi yang dipaparkannya.
Hamdani juga berbagi kiat-kiat sukses menuangkan gagasan dalam sebuah buku. Kemudian dibuka sesi tanya jawab dengan peserta seputar tema kearifan lokal Aceh.
Serupa Bahasa Indonesia yang mampu mempersatukan bangsa, Bahasa dan Sastra Aceh pun memiliki peranan penting yang mampu mempersatukan masyarakat Aceh dalam tatanan masyarakat yang harmonis. Dengan demikian, Bahasa dan Sastra Aceh sebagai aset kekayaan budaya nasional harus dirawat dan dilestarikan.
Selanjutnya, pada sesi kedua materi disampaikan oleh Damayanti, M.Pd penulis buku Bulan di Mata Airin dan Di Bawah Naungan Senja.
Dalam kegiatan bedah buku karya Damayanti dipaparkan berbagai kandungan isi buku yang ia tulis. Damayanti memberikan nilai-nilai edukasi dan kearifan lokal Aceh yang dapat diangkat dalam sebuah buku. Selain membedah buku, Damay juga menjelaskan pentingnya menulis dalam meningkatkan kualitas berfikir dan kemampuan psikomotorik yang akan berpengaruh pada masa kini dan ke depan. Sehingga siswa dapat berpikir cermat dalam menuangkan gagasan dalam sebuah karya tulis. []