LSM JARA Desak Pemerintah dan DPR RI Hapus Pasal Ini Dalam RKUHP

Adsense

Peunawa

Iklan Berjalan

Iklan Slide

LSM JARA Desak Pemerintah dan DPR RI Hapus Pasal Ini Dalam RKUHP

12/10/2022

Aceh - Sejumlah organisasi yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP mengecam keputusan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang dinilai masih memuat sejumlah pasal kontroversial.

Lembaga Swadaya Masyarakat Jaringan Aspirasi Rakyat Aceh Melalui Juru Bicara Rizki Maulizar melihat DPR dan pemerintah dalam pengesahan RUU tersebut dinilai terburu-buru dan tak melibatkan partisipasi publik.

Sejumlah pasal dalam RKUHP akan membawa masyarakat ke masa penjajahan oleh pemerintah sendiri.kata Isnur.

Ia menegaskan,Draf terbaru dari rancangan aturan ini baru dipublikasi pada tanggal 30 November 2022 masih memuat sederet pasal bermasalah yang selama ini ditentang oleh publik karena akan membawa masyarakat Indonesia masuk ke masa penjajahan oleh pemerintah sendiri,” Tuturnya dalam keterangannya yang di terima awak wartawan.

Sejumlah pasal dalam RKUHP yang dinilai anti demokrasi, melanggengkan korupsi, membungkam kebebasan pers, menghambat kebebasan akademik, dan mengatur ruang privat masyarakat. tuturnya.

Dalam pasal itupun hanya akan tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Pasal-pasal RKUHP masih akan sulit untuk menjerat kejahatan yang dilakukan korporasi kepada masyarakat.

Melihat Pasal 188 yang mengancam jerat pidana bagi siapapun yang menyebarkan paham komunisme, Marxisme, Leninisme, atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila. tuturnya.

Menurut Rizki, pasal tersebut ambigu karena tak memuat penjelasan siapa yang berwenang menentukan suatu paham bertentangan dengan Pancasila. Tuturnya

Pasal 188 berpotensi mengkriminalisasi setiap orang terutama pihak oposisi pemerintah karena tidak memuat penjelasan terkait paham yang bertentangan dengan Pancasila. kata Rizki 

Rizki selaku pemerhati kebijakan pemerintah menegaskan,”Pasal ini akan menjadi pasal karet dan dapat menghidupkan konsep pidana subversif seperti yang terjadi di era orde baru.

Kemudian kita lihat pada Pasal 240 dan 241 terkait penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara. Dia menilai pasal tersebut berpotensi menjadi pasal karet karena tak memberi definisi soal penghinaan. Dia khawatir Pasal 240 dan 241 digunakan untuk membungkam setiap kritik terhadap pemerintah atau lembaga negara.

Namun, sejak awal penggodokan, undang-undang itu sudah mengundang banyak kritik lantaran memuat sejumlah aturan yang dinilai kontroversial. Beberapa pasal yang dianggap bermasalah antara lain penghinaan terhadap presiden dan lembaga negara, makar, pidana demo tanpa pemberitahuan, berita bohong, hingga larangan kohabitasi atau kumpul kebo, tutupnya.(*)