IPELMAJA Nol Gagasan, Mau Jadi Apa ?

Adsense

Peunawa

Iklan Berjalan

Iklan Slide

IPELMAJA Nol Gagasan, Mau Jadi Apa ?

10/05/2021

Peunawa.com l Ikatan Pelajar Mahasiswa Aceh Jaya (IPELMAJA) Banda Aceh masa kepengurusan periode 2021-2023 sudah sah menjabat. Hal itu dibuktikan dengan terlaksananya pelantikan pengurus pada Minggu, (29/8/2021) lalu, di Hotel Grand Permata Hati. Mengusung tema "Membangun Semangat Baru Menuju Organisasi Yang Progresif dan Aktif”. Satu bulan lebih sudah berlalu dan ini merupakan salah satu acara ceremonial termegah untuk mahasiswa Aceh Jaya yang terlaksana. 

Namun seiring berjalannya waktu dan sejauh pantauan penulis, ketua IPELMAJA terpilih menjadi sosok pemimpin yang tidak bisa bekerja dan tidak bisa menakhodai mahasiswa Aceh Jaya. Faktanya sampai hari ini tidak ada satupun program yang telah dilaksanakan dan rampung. Sangat disayangkan organisasi yang besar di kabupaten Aceh Jaya, malah tidak bisa digerakkan untuk pengabdian kepada mahasiswa ataupun masyarakat Aceh Jaya itu sendiri.

Mengulang kisruh dualisme yang terjadi pada kepempimpinan IPELMAJA, penulis selaku mahasiswa Aceh Jaya melihat bahwa proses penyelesaian kisruh ini sangat tidak pintar penyelesaiannya di pihak ketiga. Kekuasaan negara secara tidak absolut membuat banyak celah untuk eksekutif, legislatif dan yudikatif yang menjadikan penyelesaian tidak di satu sisi instansi, ibarat "Pisau tumpul kebawah tajam keatas" guna untuk pemanfaatan politik mendatang.

Jahatnya, lagi-lagi mahasiswa yang menjadi korbannya. Perumukan kedua belah pihak pun tidak pernah terjadi. Alhasil, final di eksekutif atau Setdakab hanya menjadikan  perbuatan berdasarkan hukum yang ketidaktahuan dan bukan perbuatan atas fakta yang terjadi di ruangan mubes.

Selain dari pada itu, penulis melihat bahwa ketua IPELMAJA terpilih, setelah pelantikan hanya melakukan silaturrahmi saja, tak ada penampakan program kerja yang lebih hebat setelah itu.

Anggaran dana kepengurusan sebesar 50.000.000 (lima puluh juta) yang dikeluarkan dari Kesejahteraan Rakyat (KESRA) kantor Setdakab Aceh Jaya hanya digunakan untuk anggaran pelantikan dan membeli baju pdh (Pakaian Dinas Harian) saja, hal itu dilakukan dengan bangga tanpa adanya progres kerja sedikitpun untuk mahasiswa-mahasiswa Aceh Jaya, itulah bobroknya suatu kepengurusan. Bagai "Tong kosong nyaring bunyinya" begitulah perumpamaannya.

Faktanya bahwa Politics Of Thought dari ketua IPELMAJA terpilih tidak ada, hanya sosok marginal kepemimpinan saja tetapi tidak mempunyai relasi yang cukup sebagai kepemimpinan. Plan organisasi tidak tahu arah kemana dan hanya menuju jalan buntu. Akibatnya roda kepengurusan menjadi stuck, tak bisa jalan karena tak tahu arah jalan selanjutnya. Lantas bagaimana bisa dikatakan itu seorang yang berjiwa pemimpin? Perlu dipertanyakan kembali. Jangan hanya nafsu menjadi pemimpin tetapi fakta lapangan tidak cukup teori dan berani menjadi seorang pemimpin. 

Penulis adalah salah seorang Mahasiswa Aceh Jaya yang mempertanyakan kepada pengurus IPELMAJA tentang sosok kepemimpinan ketua IPELMAJA terpilih, apakah setelah dilantik Setdakab hanya merasa bangga tanpa progres kedepannya? Apakah begitu benarnya sosok pemimpin?

Penulis juga mewakili mahasiswa-mahasiswa Aceh Jaya yang sangat menyayangkan bahwasanya IPELMAJA tidak lagi menjadi lembaga yang Independensi di karenakan SK (Surat Keputusan) yang di bentuk dari Setdakab, akibatnya eksekutif menjadi lebih leluasa dalam hal tersebut. Harusnya SK di bentuk dari lembaga yang tidak ada kepentingan politik. 

Lagi-lagi sangat disayangkan mahasiswa Aceh Jaya yang butuh bimbingan dan arah pengetahuan untuk masa perkuliahan dan memimpikan sosok pemimpin yang bisa bekerja dengan baik dan mempunyai wawasan dan pemikiran yang intelektual. 

Kami, Mahasiswa Aceh Jaya sangat menantikan program-program yang berkualitas bagi mahasiswa untuk membuktikan bahwa paguyuban kabupaten mempunyai kualitas dan disegani dari pimpinannya bukan malah dianggap remeh dan tak bisa memimpin. Setiap pemimpin selalu dititipkan amanah luar biasa kepadanya dan dianggap mampu dari yang lain, seharusnya itu yang patut dijaga. Jika tidak bisa memimpin maka copot saja gelarnya sebagai pemimpin agar tidak memalukan kedepannya.

Penulis : Muhammad Irawan (Mahasiswa Aceh Jaya)